Komunikasi dengan Melibatkan Hati

Komunikasi Dua Arah

Overhear. Alias nguping. Tidak sengaja terdengar, walaupun sudah tidak ingin mendengar. 

Percakapan di sebuah ruang antrian dokter obsgyn. Kebayang ya, seorang pasien bisa dilayani paling cepat 10 menit dan bisa 30 menit apalagi kalau si dokter sedang membantu persalinan. Ya, sambil surfing dan sesekali WA sama panda, padahal sebelahan. Manda tak sengaja mendengar percakapan bak sinetron dari keluarga pengantar pasien.

"kan sudah lama nggak ada kontak dengan keluarga di jogja. Eh tahu-tahunya butuh, trus dateng"


Tidak tahu awalnya bagaimana, tapi mendengarnya sudah pasti bisa diduga bahwa peribahasa kacang lupa akan kulitnya sedang dibahas oleh dua orang ibu-ibu di belakang saya. Kalau dihubungkan dengan universitas kehidupan yang manda sering jumpai. Kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk suka pada kita, setuju pada pendapat kita, baik sama kita dan membalas seperti apa yang kita lakukan kepadanya.
Hukum ikhlas berlaku di universitas kehidupan.

Nggak usah jauh-jauh percakapan si ibu itu, pengalaman manda membantu terlibat seseorang berperjalanan jauh, diuruskan siapa yang menjemput, diingatkan baik-baik dan bahkan didoakan saja, tidak mendapat respon yang baik. Setidaknya, dibalas dengan kata "ya" atau "aamiin".

Yups, itulah universitas kehidupan, tempat orang belajar dan terus mengasah dan mengolah rasa. Bukan untuk baper, tetapi untuk memperlakukan orang seperti kita ingin diperlakukan.

Lanjut tentang percakapan dua orang ibu tadi, orang yang jauh di perantauan mungkin merasa nyaman jika putus hubungan dengan orang dari tempat asalnya. Mungkin tidak ingim dikenal masa lalunya, mungkin terbawa arus dan ego kota besar, mungkin belum saatnya "kembali".  Kalau kata mama saya, tidak ada istilah "mantan orang tua" dan "mantan anak". Artinya, dalam masa keemasan, kejayaan, kenyamanan,  wajar jika remeh temen arti keluarga bukanlah hal yang penting untuk dibahas dan digagas.

Flashback kenapa manda panda prioritas ke kami dan orang tua, karena kami pernah mengalami titik balik dimana orang tua kami stroke dan berpisah 8 bulan dengan rasa khawatir kalau sesuatu terjadi, kita tidak bisa lekas pulang, membuat rasa sayang dan prioritas sekarang adalah membahagiakan kedua orang tua.

"jare mbakyune wis ngabari, mung yo ra tau mbales ngabari tekan seprene"

Logat kental bahasa Jawa yang kalau diterjemahkan, "katanya kakak perempuannya sudah ngabari, tapi sampai sekarang belum ada balasan". Yap, komunikasi. Dua orang atau lebih yang sudah terpisah badan, untuk bisa saling keep in touch alias berhubungan adalah dengan komunikasi.  Jaman sekarang, komunikasi itu sangatlah mudah. Bisa melalui sms, telepon, what's app, bb, telegram, line dan messenger. Semuanya menjadi sesuatu yang mudah jika itu dengan hati dan butuh. Tanpa ada tendesi rasa bersaing, rasa tidak suka, rahasia dan 3D.

Komunikasi menjadi sulit dilakukan jika terlalu banyak rahasia yang disembunyikan. Khawatir ada sesuatu yang diketahui pihak lain, yang sengaja ditutup-tutupi. Komunikasi menjadi satu arah, jika tidak ada gayung bersambut dari pihak kedua. Dan kesabaran itu memang ada batasnya *maklum belum sepenuhnya praktek ilmu sabar* hehehehehe.

Sekali waktu menghubungi, dicuekin, biasa. Dua sampai sepuluh kali, masih anteng aja. Dan toleransi sudah diubun-ubun. Karena terlalu sering, lama-lama menjadi biasa untuk jadi "tidak ingin tanya kabar".

Ah, manusia. Seperti apa kita baik, belum tentu diterima dengan baik. Selama komunikasinya tidak dengan hati. Pada tahap yang seperti ini  wajar kalau si ibu tadi sepertinya hilang harapan akan mendapat balasan dari kabar yang dikirimnya. 

Batin hatiku sama panda, sudahlah bu.. Yang penting tugasnya ibu mengabari sudah selesai, perkara mau dibalas atau tidak, bukan masalah besar untuk ibu. Percaya bu, nanti kalau butuh pasti berkirim kabar. Walaupun tersadarnya bisa saat pensiun tiba, alias 25 tahunan lagi. Hahahahahaha. 

"mung pesen ro tonggone, kon njagani ibune. Deweke nek bali yo ra tau ngoleh-olehi barang"

Bahasa Jawa yang didengar ternyata tidak mudah untuk mengeja dan menuliskannya. Bagi sahabat manda, terjemahannya : sudah pesan ke tetangga untuk menjaga ibunya. Padahal dia sendiri kalau pulang nggak pernah bawa oleh-oleh.

Oleh-oleh. Lagi-lagi ni dibahas. Kalau tidak titip duit, ya jangan ngarep oleh-oleh. Hehehehehe.  Taraaaaa. Itu berlaku kalau kita sedang melancong ke luar negeri, titipannya jangan kebanyakan kalau nggak titip duit, hahaahahahaha. Tapi tidak berlaku bagi saudara. Ala bisa karena biasa, biasa karena pembiasaan. Memberi itu kebiasaan. Pun demikian dengan oleh-oleh. Meskipun hanya hijab tanah abang, yang 50 ribu dapat 3, tapi kalau diberikannya dengan manis, rasanya akan beda. Rasanya dibawain oleh-oleh itu bahagia lho. Karena orang membawa oleh-oleg karena ingat pada kita. Ya kan?

Eh, kok malah bahas oleh-oleh sih. Yang jadi bahan obrolan si ibu itu adalah si anak yang nitip jagain ibunya ke orang lain. Seolah ibunya adalah tanggung jawab orang lain. Seakan lepas tangan dan memilih orang lain untuk menjaganya. Saya dan panda saling WA dan seperti biasa saling menasehati, biasa ya nda. Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak.

Ya itulah universitas kehidupan. Yang baik bagi kita,  belum tentu baik untuk orang lain. Komunikasi sebagian dari silaturahmi pun bisa berakhir bencana, jika orang yang diajak berkomunikasi menganggap sapaan kita sebagai kepo dan ingin tahu. Wahai para ibu-ibu yang sedang mengobrol tadi, terima kasih ya diijinkan overhear alias mencuri dengar percakapan kalian. Setidaknya ikutan mengenal keberanekaragaman orang di dunia ini. Yang bisa kita lakukan adalah berbuat baik dan belajar setiap hari dari hal-hal yang kita temui.

Semoga Alloh selalu memudahkan kita menjadi orang yang baik, yang sabar, dan yang ikhlas mengharap keridloanNya. Aamiinn.

5 komentar

  1. Realita kehidupan yg tak bisa dipungkiri. Hhee...
    Semoga sgera dibukakan hatinya utk kluarga ibu tadi. Amiin

    BalasHapus
  2. Komunikasi yang tidak harmonis terkadang bikin hubungan persaudaraan dalam keluarga menjadi renggang ya Mba..

    BalasHapus
  3. ini bukan postingan yang kemaren manda share ya? Haha, yo sutralah, penting wis mampir, aku ra nggowo oleh2 lho, haha..

    BalasHapus
  4. Yang ini benar, lho:

    Rasanya dibawain oleh-oleh itu bahagia lho. Karena orang membawa oleh-oleg karena ingat pada kita. Ya kan?

    Bayangkan, dari sekian ratus kenalan/karib/kerabatnya lalu kita yang terpilih dibawain oleh2, itu buat saya "sesuatu". Nah, nyebelinnya kalo ada yang ember, ngabari ke mana2 kalo dia dikasih oleh2 ke orang yang gak dikasih wkwkwkwk.

    BalasHapus
  5. Kadang nek udah komunikasi g pernah dbiasain sejak awal ttp canggung mbak, meski sama keluarga sendiri

    BalasHapus