Rasa Empati yang Minimalis di Jalan

Punyamu, Bukan Punyaku

Halo sahabat manda, menuliskan banyak tulisan di lembar diary maya catatan harianku. Mengalir begitu saja ketika ada hal yang kujumpai di universitas kehidupan (UK) dan menjadi pembelajaran, eh kali-kali kan ujian di UK ini serba mendadak.

Mengambil cerita seharian kemarin yang kok ya ndilalah, dialami oleh ersay, tapi sekaligus menjadi bahan belajar untukku dan panda. Bahan belajar bahwa sebagai makhluk sosial di jaman sekarang, banyak mengelus masalah empati yang ada di sekeliling kita. Bukan untuk menjadikannya sebagai cerita agar kita terlihat hebat atau sok bijaksana, melainkan untuk bahan renungan sama-sama tentang empathy.


Dan becak itupun menyeruduk kami.

Kemarin pagi, kami berdua mengikuti seminar dan workshop Roadblog di hotel Neo, daerah jalan Malioboro. Pagi hari di hari Sabtu, yup hari sabtu adalah lazy day di Jogja untuk keluar rumah masuk perkotaan dengan kendaraan roda 4. Dan benar, lokasi hotel dengan parkiran yang penuh sesak pagi itu. Membuat sebuah becak motor menyeruduk ersay dari samping kiri belakang.

Ya sontak refleks, dan si tukang becak itu, "sorry yo, sorry" *tanpa penyesalan dan cengengas cengenges.

Kalau panda bukan tipe yang mengumbar emosi, memilih untuk segera menutup jendela dan berlalu untuk melajukan mobil ke arah valet parking di hotel Neo. Yang saya tidak habis pikir, orang sekarang sepertinya biasa saja tentang "rasa empati". Bukan minta diganti, sekali lagi bukan minta diganti.

Beda banget sama ajaran mama saya dulu, bahwa kita harus :
  1. Berhati-hati terhadap barang milik orang lain. 
  2. Jangan sampai membuat gelo bagi yang punya barang. 
  3. Jangan lupa minta maaf kalau bikin salah.
  4. Menjaga milik orang lain seperti milik sendiri.
Sebenarnya kejadian kesruduk becak motor itu sudah biasa kalau di jalan raya. Tapi setidaknya bisa ditulis dalam diary manda sebagai pengingat bahwa tidak perlu berharap di-empati oleh orang jaman sekarang.  Kadang kalau dipikir, di jalanan pasti sering terjadi gesekan, bahkan tak sedikit yang meluapkan penderitaan hidupnya di jalanan. Kalau ada pepatah, sing waras ngalah, itu  sepertinya tepat!

Kadang yang salah lebih keras teriak daripada yang didholimi.

Kejadian sebelumnya yang juga menguras harapan tentang rasa empati adalah ketika suatu malam di jalanan yang besar, lampu sen ersay sudah tik tok ke kanan, jauh sebelum kami berhenti dan memutuskan belok ke kanan. Bukan ala-ala ibu-ibu yang pasang sen ke kiri, tapi belok ke kanan, hahahahaha.

Sudah bisa dibayangkan, apa yang terjadi, ketika motor byayakan (baca : ugal-ugalan) nyelip mendadak dan menyeruduk karena dia kaget dan mendadak rem. Ya memang tidak seberapa lukanya (baca : penyok).

Tahu nggak apa yang dilakukan anak muda pengendara motor itu?
Yes pastinya, ambil jalan kabur, dan tanpa nengok.

Hmmm.. Model-model mental yang begini ini banyak ditemui di jalanan. Mental tidak berani bertanggung jawab pada apa yang sudah dilakukan. Mungkin terbawa didikan dari keluarganya, sering dimarahi berlebihan saat bersalah. Hal tersebut membuat orang memilih berbohong daripada bertanggung jawab. Menyedihkan ya!

Dari pelajaran di jalanan di atas, menjadi pelajaran bagi kita untuk lebih sabar dan berhati-hati ketika sedang di jalan. Dan tentunya, menjadi pelajaran bagi diri sendiri untuk bertanggung jawab atas apa yang kita perbuat, bukan memilih untuk kabur menyelamatkan diri. Bagi yang sedang mendidik generasi penerus bangsa, yuk jangan biasakan memberi hukuman yang berlebihan terhadap kesalahan yang kecil. Hargai sebuah pengakuan dan kejujuran, menghukum sesuai dengan kesalahannya, dan hukumannya pun mendidiknya untuk bertanggung jawab. Bukan menghukum sebagai luapan emosi karena masa lalu orang tua dan kekecewaan orang tua akan hidupnya yang sulit. Dari keluarga, kita bawa Indonesia yang lebih baik!

Boleh sharing ya sahabat manda, kira-kira apa yang teman-teman pernah alami di jalan? Trus seperti apa solusinya? Biar bisa belajar dari pengalaman teman-teman di jalan....

3 komentar

  1. Kadang yang salah lebih keras teriak daripada yang didholimi.

    iya mbak, slogan itu bnyak digaungkan ketika ada sebuah perselisihan. hmpir sma dg pengalaman mbak manda, kalau biasanya org2 juga suka bilanng , kalau yg waras ngalah. gitu... hhee

    BalasHapus
  2. Kalau di jalan aku seringnya ditolong orang mba. Sepatu atau sandal anak jatuh. Ada aja yang ingetin sambil udah diambilin.

    BalasHapus
  3. Like this quote: Bagi yang sedang mendidik generasi penerus bangsa, yuk jangan biasakan memberi hukuman yang berlebihan terhadap kesalahan yang kecil. Hargai sebuah pengakuan dan kejujuran, menghukum sesuai dengan kesalahannya, dan hukumannya pun mendidiknya untuk bertanggung jawab.

    BalasHapus