Krisis Finansial Asia Malah Memicu Semangat Sukanto Tanoto Untuk Diversifikasi Bisnis




Pengusaha Sukanto Tanoto berbeda dengan pebisnis lain. Ia mampu melihat peluang di balik kesulitan. Itulah yang akhirnya membuat Royal Golden Eagle (RGE) yang didirikannya semakin besar.

Sukanto Tanoto merupakan pendiri sekaligus Chairman RGE. Ia dikenal sebagai salah satu pebisnis dalam bidang pemanfaatan sumber daya yang paling sukses di Indonesia. Hal itu terasa wajar jika melihat kiprahnya sebagai pengusaha.

Pada 1973, Sukanto mendirikan RGE dengan nama awal Raja Garuda Mas. Perusahaannya itu dulu masih berskala lokal dan hanya menekuni satu bidang, yakni kayu lapis.


Namun, kini, situasinya berbeda jauh. Di bawah kepemimpinannya, RGE dibawa Sukanto Tanoto melejit sebagai korporasi kelas internasional. Mereka jadi berkecimpung di berbagai bidang industri berbeda serta memiliki anak perusahaan di luar negeri.

Lihat saja, aset RGE berkembang hingga menembus 18 miliar dolar Amerika Serikat. Mereka juga mampu mempekerjakan sekitar 60 ribu karyawan. Semua itu tak lepas dari kesuksesan Sukanto Tanoto melebarkan sayap perusahaannya ke berbagai sektor. Saat ini, RGE tercatat menekuni beragam industri mulai dari kelapa sawit, pulp dan kertas, serat viscose, selulosa spesial, hingga minyak dan gas.

Terlihat jelas bahwa Sukanto Tanoto mampu mengembangkan bisnis dengan menjalankan diversifikasi bisnis. Ia mampu memperlebar bidang usaha yang ditekuni perusahaannya. Namun ternyata langkahnya itu terdorong krisis finansial yang menimpa Asia pada 1997.

Ketika itu nilai tukar rupiah atas dolar AS jatuh drastis. Hal tersebut berakibat fatal bagi dunia usaha. Biaya produksi dan utang melonjak pesat. Sebaliknya daya beli masyarakat menurun sehingga banyak perusahaan yang akhirnya gulung tikar.

Sukanto Tanoto juga menghadapi kesulitan akibat krisis finansial. Selain pembengkakan biaya, tantangannya bertambah karena tengah membangun pabrik pulp dan kertas. Akibatnya proyek pembangunan sempat terkendala. Mesin datang namun tidak ada orang yang bisa mengoperasikan.

Krisis sedemikian berat sehingga perusahaan Sukanto Tanoto nyaris bangkrut. Ia bahkan sudah berpesan kepada keluarganya untuk bersiap-siap menghadapi kondisi terburuk. Meski begitu, ia tetap berjuang keras untuk melewatinya.

Benar saja, momen buruk bisa terlewati. Masa-masa sulit telah hilang dan bisnis dapat berputar kembali. Namun, pengalaman itu menghadirkan tekad tersendiri bagi Sukanto Tanoto untuk menjalankan diversifikasi bisnis. Itu dilakukannya karena menekuni satu bidang usaha saja dirasa berisiko besar ketika kesulitan hadir.

Pertanyaaan berikutnya akhirnya muncul. Apa yang seharusnya dilakukan setelah bertekad melakukan diversifikasi bisnis? Sukanto Tanoto menyebut hal pertama yang dijalankannya adalah mengidentifikasi pasar.

“Ketika hendak melakukan diversifikasi, pertanyaaan pertama yang muncul di mana pasar berikutnya? Tiongkok,” ujar Sukanto Tanoto.

Pria kelahiran Belawan itu kemudian mulai melakukan analisis. Saat itu, ia mengetahui bahwa Tiongkok melakukan keputusan penting. Pada 2001, mereka menyatakan diri bergabung ke dalam World Trade Organization (WTO). Hal itu dinilanya sebagai momentum besar.

Secara khusus, Sukanto Tanoto melirik industri tekstil yang ada di sana. Menurutnya pasar di Tiongkok kompetitif, namun karena belum bergabung dengan WTO, mereka selalu terkendala kuota dalam apa pun.

Namun, dengan bergabung ke WTO, halangan itu hilang. Sukanto Tanoto melihatnya sebagai kesempatan besar. Segera setelahnya ia memutuskan untuk menerjuni industri serat viscose dan selulosa spesial. Terlebih lagi ia tahu bahwa “bahan dasar” yang diperlukan adalah kayu, sama seperti bidang pulp dan kertas yang telah ditekuninya terlebih dulu.

MENJALANKAN DIVERSIFIKASI


Segera setelah memutuskan untuk melakukan diversifikasi, sejumlah langkah ditempuh oleh Sukanto Tanoto. Ia kemudian mengakuisisi sebuah perusahaan pulp dan kertas di Brasil.

Pengusaha kelahiran 25 Desember 1949 itu mengungkap dua alasan melakukannya. Pertama ia ingin mendapat transfer teknologi. Sukanto Tanoto tahu bahwa Brasil merupakan salah satu pemain penting di industri pulp dan kertas. Dengan melakukan akuisisi, ia ingin belajar cara mereka mengembangkan bisnisnya.

Alasan yang kedua terkait dengan peluang besar yang dimiliki. Ia tahu bahwa ada sebuah perusahaan yang tengah terlilit masalah finansial. Oleh sebab itu, ia merasa nilai perusahaan tersebut berada di bawah yang seharusnya.

Selanjutnya Sukanto Tanoto memilih mengakuisisi sebuah perusahaan serupa di Tiongkok. Hal itu dilakukannya untuk memahami kondisi pasar lokal yang penting bagi pertumbuhan bisnis.

Kini langkah itu menuai hasil. RGE memiliki Bracell dan Asia Symbol sebagai dua perusahaan yang menggeluti bidang industri selulosa spesial serta serat viscose.

Akan tetapi, diversifikasi usaha yang dilakukan oleh Sukanto Tanoto tidak berhenti sampai di situ. Ia akhirnya juga menerjuni industri minyak dan gas. Hal itu dilakukannya karena jeli membaca situasi.

Sukanto Tanoto melihat bahwa pada masa depan semakin ada kesadaran untuk memelihara lingkungan karena alam telah rusak. Ini pun diyakininya bakal tumbuh di Tiongkok. Oleh sebab itu, ia percaya bahwa energi bersih akan dibutuhkan pada masa mendatang.

Selama ini Tiongkok masih tergantung kepada batubara sebagai sumber energi listrik utama. Ia yakin lambat laun hal itu akan berubah. Sukanto Tanoto percaya karena ia sadar Jepang sudah lebih dulu melakukannya dengan mengembangkan energi listrik dari Liquified Natural Gas (LNG).

“Tiongkok tidak bisa selamanya membakar batubara sebagai sumber energi listriknya. Tiongkok pada akhirnya akan memerlukannya (energi bersih, Red.). Setelahnya kami menjalin kerja sama dengan Petrol China,” ujar Sukanto Tanoto.

Kepekaan intuisi bisnis Sukanto Tanoto tidak lepas dari pengalamannya pada masa lampau. Sebelum mendirikan RGE, Sukanto Tanoto pernah berkutat di bisnis general contractor & supplier. Ketika itu, klien utamanya adalah adalah industri perminyakan sehingga sedikit banyak ia tahu perkembangan bisnis minyak dan gas.

Pengalaman itu akhirnya berguna baginya untuk memperlebar sayap bisnis RGE. Bidang pengembangan energi diterjuninya. RGE kini bahkan punya Pacific Oil & Gas yang menekuni bidang tersebut. Perusahaannya itu kini mempersiapkan diri menjadi pengekspor LNG pertama dari Kanada.

Industri minyak dan gas akhirnya menjadi salah satu motivasi berbisnis terbaru bagi Sukanto Tanoto. Sebab, menekuninya membuka peluang baginya untuk bersaing dengan perusahaan energi kelas dunia seperti British Petroleum dan Chevron.

“Kapan lagi dalam hidup Anda punya kesempatan bisa bersaing dengan mereka?,” ujarnya. Jadilah RGE terjun ke dalam bidang pengembangan energi.

Dengan itu, bidang bisnis yang digeluti Sukanto Tanoto semakin kompleks. Ia juga mesti mengelola perusahaan yang sudah melebar hingga ke luar Indonesia. Kini anak perusahaan RGE ada yang di Singapura, Malaysia, Filipina, Tiongkok, Brasil, serta Kanada.

Kesuksesannya itu membuat nama Sukanto Tanoto dalam dunia bisnis kian harum. Julukan sebagai Raja Sumber Daya melekat kepadanya. Hal itu tidak lepas dari kemampuannya mengembangkan RGE menjadi korporasi internasional dengan bidang industri yang beragam.

Tidak ada komentar